8 Pilihan KB untuk Ibu Menyusui, Aman dan Bisa Dicoba Bu!

Pilihan KB untuk Ibu menyusui (sumber: depositphotos)

Halo, sahabat BukuBumil yang sedang menyusui! Apakah Ibu sedang mencari solusi KB yang aman dan sesuai untuk masa menyusui? Jangan khawatir, karena BukuBumil punya kabar baik nih yang pastinya akan membuat Ibu senang! Dalam artikel ini, kita akan membahas 8 pilihan KB yang aman dan layak dicoba oleh Ibu yang sedang menyusui. Bersama-sama, kita akan menjelajahi opsi-opsi terbaik yang dapat membantu Ibu dan suami dalam membuat keputusan yang tepat demi menjaga keluarga dan mencapai kesehatan optimal. Jadi, baca terus artikel ini dengan seksama dan temukan KB yang paling cocok dengan kondisi Ibu saat ini!

Cara Mencegah Kehamilan saat Masa Menyusui

Cara mencegah kehamilan untuk Ibu menyusui (sumber: depositphotos)

Setelah melahirkan dan mulai menyusui, ternyata Ibu masih berpeluang untuk hamil kembali. Meskipun kemungkinan hamil saat menyusui lebih rendah, tetapi Ibu tetap harus waspada karena masih ada risiko kehamilan. Jadi, jika Ibu tidak ingin atau belum siap untuk hamil lagi setelah melahirkan, Ibu dapat memilih metode kontrasepsi yang efektif dan sesuai dengan kondisi tubuh Ibu. Nah, metode kontrasepsi apa yang cocok untuk Ibu yang sedang menyusui? Yuk, temukan jawabannya, Bu!

Baca juga: Wajib Tahu! 4 Hal yang Harus Disiapkan sebelum Program KB

Apakah Aman Ber-KB saat Menyusui?

Amankah KB untu Ibu menyusui? (sumber: depositphotos)

Secara umum, menggunakan kontrasepsi atau ber-KB saat menyusui aman dan tidak akan berdampak negatif pada kesehatan Ibu atau bayi. Terdapat beberapa pilihan alat kontrasepsi yang dapat digunakan segera setelah melahirkan, seperti intrauterine device (IUD), implan, KB suntik, dan pil mini atau pil KB dengan progestin (bentuk sintetis hormon progesteron). 

Tenang, Ibu masih memiliki waktu untuk memilih metode kontrasepsi yang tepat untuk digunakan. Dokter umumnya menyarankan agar Ibu dan suami tidak berhubungan seks selama 6 minggu setelah melahirkan untuk pemulihan pascapersalinan. Jadi, mungkin Ibu tidak perlu menggunakan kontrasepsi sebelum bayi berusia 6 minggu. Namun, untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, sangat disarankan bagi Ibu untuk berkonsultasi dengan dokter mengenai kondisi Ibu dan mempertimbangkan berbagai pilihan kontrasepsi yang tersedia. 

Baca juga: Rekomendasi 5 Korset Melahirkan Terbaik untuk Pemulihan Pasca Persalinan

Manfaat KB untuk Ibu Menyusui 

Manfaat KB untuk Ibu Menyusui (sumber: depositphotos)

Sebaiknya Ibu menunggu setidaknya 18 bulan setelah melahirkan sebelum hamil kembali. Dengan demikian, bayi Ibu akan berusia 1,5 tahun sebelum Ibu hamil lagi. Hal ini guna memberikan waktu bagi tubuh Ibu untuk pulih sepenuhnya dari kehamilan sebelumnya demi mempersiapkan kehamilan berikutnya. Hamil kembali sebelum 18 bulan meningkatkan risiko masalah kesehatan tertentu bagi bayi Ibu, seperti:

  • Kelahiran prematur, yaitu bayi lahir sebelum mencapai usia kehamilan 37 minggu. Bayi prematur cenderung mengalami masalah kesehatan dan memerlukan perawatan di rumah sakit lebih lama dibandingkan dengan bayi yang lahir tepat waktu. Semakin dekat jarak antara kehamilan, semakin tinggi risiko kelahiran prematur. 
  • Bayi mengalami Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram.
  • Kecil untuk usia kehamilan (KMK), yaitu bayi memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan usia kehamilan yang seharusnya. 

Bayi yang mengalami kondisi-kondisi kesehatan tersebut berisiko lebih tinggi mengalami masalah kesehatan jangka panjang atau bahkan risiko kematian jika dibandingkan dengan bayi yang tidak memiliki kondisi tersebut. Selain itu, istilah yang digunakan untuk menyebut waktu antara melahirkan dan hamil kembali adalah jarak antara kelahiran, jarak antara kehamilan, atau interval kehamilan. Nah, perlu diketahui bahwa jarak antara kelahiran lebih dari lima tahun juga memiliki risiko mengalami masalah kesehatan, seperti peningkatan risiko preeklampsia, yaitu komplikasi serius pada kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah tinggi pada Ibu hamil dan kerusakan pada organ lain, seperti hati atau ginjal. 

Baca juga: Memberi Pendidikan Seksual pada Anak? Siapa Takut! Catat 8 Kuncinya!

Risiko Penggunaan KB untuk Ibu Menyusui

Penurunan produksi ASI dapat menjadi risiko dari penggunaan beberapa pilihan KB untuk Ibu menyusui (sumber: depositphotos)

Salah satu risiko yang ditimbulkan dari penggunaan KB untuk Ibu menyusui adalah penurunan produksi ASI. Namun, hal ini biasanya terjadi hanya ketika menggunakan metode KB hormonal yang mengandung hormon estrogen. Hormon estrogen dapat mengurangi produksi ASI dan menyebabkan Ibu berhenti menyusui lebih awal dibandingkan dengan metode KB non hormonal atau hanya mengandung progestin. Ada beberapa metode kontrasepsi hormonal yang mengandung hormon estrogen, seperti pil KB kombinasi, NuvaRing (cincin vagina), dan koyo KB. 

Menurunnya produksi ASI dapat menyebabkan beberapa masalah kesehatan bagi bayi baru lahir, seperti:

  • Penurunan berat badan,
  • Dehidrasi, dan
  • Berkurangnya gerakan usus.

Selain itu, selama periode pascapersalinan, Ibu yang baru melahirkan berisiko lebih tinggi mengalami pembekuan darah di dalam tubuh, yang disebut trombosis vena dalam (DVT). Penggunaan KB hormonal kombinasi, yang mengandung hormon estrogen dan progesteron dapat meningkatkan risiko ini lebih lanjut. 

Oleh sebab itu, selama enam minggu pertama setelah melahirkan, sebaiknya Ibu tidak menggunakan metode kontrasepsi yang mengandung hormon estrogen. Nah, setelah enam minggu, barulah Ibu dapat mulai menggunakan metode kontrasepsi tersebut. Dengan mempertimbangkan risiko terkait dengan penggunaan metode KB yang mengandung hormon estrogen, pilihan kontrasepsi yang hanya mengandung progestin lebih disarankan. 

Baca juga: 13 Makanan Sehat untuk Ibu Nifas, Agar Cepat Pulih setelah Melahirkan!

Waktu Mulai Menggunakan KB untuk Ibu Menyusui

Waktu mulai menggunakan KB untuk Ibu Menyusui (sumber: depositphotos)

Secara umum, wanita memiliki masa subur dua minggu sebelum periode menstruasi dimulai. Namun, pada Ibu menyusui, menstruasi biasanya kembali antara enam minggu hingga tiga bulan setelah melahirkan. Hal ini tergantung pada apakah Ibu menyusui secara eksklusif, memberi susu formula, atau kombinasi keduanya. 

Setelah melahirkan, kemungkinan menstruasi tidak kembali sampai Ibu mengurangi atau berhenti menyusui. Namun, meskipun Ibu belum mengalami menstruasi, Ibu masih bisa mengalami ovulasi atau memasuki masa subur tanpa Ibu menyadarinya. Artinya, Ibu masih berpotensi hamil meskipun belum menstruasi. Nah, jika Ibu berencana menggunakan KB setelah melahirkan, disarankan untuk memulainya sekitar tiga minggu setelah melahirkan. 

Baca juga: Informed Consent Pemasangan KB: Perlukah Izin Suami untuk Pemasangan KB?

Cara Memilih KB untuk Ibu Menyusui

Berbagai pilihan metode KB untuk Ibu menyusui (sumber: depositphotos)

Saat Ibu masih hamil merupakan waktu yang tepat untuk memilih metode KB yang akan digunakan setelah melahirkan. Ada banyak pilihan metode kontrasepsi yang dapat dipilih. Beberapa metode dapat dimulai segera setelah Ibu melahirkan, bahkan ada yang dapat digunakan sebelum Ibu pulang dari rumah sakit. 

Agar dapat memilih metode kontrasepsi yang tepat setelah melahirkan, ajukan pertanyaan kepada dokter mengenai hal-hal berikut:

  • Jenis metode kontrasepsi yang tersedia,
  • Cara kerja metode kontrasepsi tersebut, dan efektivitas penggunaannya,
  • Kesesuaian metode kontrasepsi tersebut dengan tubuh dan gaya hidup Ibu,
  • Kapan Ibu dapat memulai penggunaan metode kontrasepsi tersebut,
  • Bagaimana Ibu dan suami dapat berbagi tanggung jawab dalam penggunaan kontrasepsi tersebut, dan
  • Efek samping yang dapat timbul, termasuk apakah aman digunakan saat menyusui. 

Perlu diingat, Bu bahwa tidak ada metode kontrasepsi yang 100% efektif, tetapi beberapa metode mungkin memiliki tingkat efektivitas yang lebih tinggi dari yang lain. 

Baca juga: Hamil setelah Berhenti KB? Lakukan 4 Kunci Ini!

Jenis Metode KB yang Aman untuk Ibu Menyusui

Berikut ini beberapa jenis kontrasepsi yang dapat menjadi pilihan yang aman untuk Ibu yang sedang menyusui:

1. Intrauterine Devices (IUDs)

IUD sebagai pilihan KB untuk Ibu menyusui (sumber: depositphotos)

IUD merupakan jenis Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR) yang bersifat jangka panjang dan tidak permanen. IUD terbuat dari bahan plastik, berukuran kecil, dan berbentuk T yang dimasukkan oleh dokter ke dalam rahim setelah Ibu melahirkan atau sekitar 6 minggu setelahnya. IUD dapat dipasang setelah melahirkan secara normal, setelah operasi caesar, atau saat menjalani pemeriksaan kesehatan pertama pascapersalinan. 

Terdapat dua jenis IUD yang dapat Ibu pilih dan memerlukan resep dokter untuk pemasangannya, yaitu: 

  • IUD hormonal, bekerja dengan melepaskan sedikit progestin ke dalam rahim dan dapat digunakan selama 3-8 tahun tergantung pada jenis yang dipilih, dengan tingkat keberhasilan 99,8%. Contohnya, Mirena yang dapat digunakan selama 7 tahun. 
  • IUD tembaga (IUD non hormonal), bekerja dengan melepaskan sedikit tembaga ke dalam rahim dan dapat digunakan selama maksimal 10 tahun dengan tingkat keberhasilan 99,4%. Contohnya, Paragard yang dapat digunakan selama 10 tahun. 

Secara umum, kedua jenis IUD ini bekerja dengan mencegah pertemuan antara sel telur dan sperma (pembuahan), sehingga mencegah terjadinya kehamilan. Namun, Ibu disarankan untuk menunggu hingga pemeriksaan 6 minggu setelah melahirkan sebelum memasang IUD. 

Ada beberapa manfaat dari penggunaan IUD, yaitu:

  • IUD tidak mengganggu aktivitas seksual atau kegiatan sehari-hari Ibu.
  • Setelah dipasang, Ibu tidak perlu melakukan tindakan tambahan untuk mencegah kehamilan.
  • IUD hormonal dapat membantu mengurangi nyeri menstruasi dan pendarahan yang berlebihan saat menstruasi. 

Beberapa risiko dan efek samping yang mungkin ditimbulkan dari penggunaan IUD:

  • Ada kemungkinan IUD dapat keluar dari rahim. Risiko keluarnya IUD lebih tinggi jika IUD dipasang segera setelah persalinan. Namun, komplikasi serius seperti infeksi atau cedera sangat jarang terjadi.
  • IUD hormonal dapat menyebabkan bercak dan pendarahan tidak teratur dalam 3 hingga 6 bulan pertama penggunaan. Pada banyak kasus, menstruasi dapat berhenti sama sekali. Beberapa efek samping yang mungkin timbul, seperti sakit kepala, mual, depresi, dan nyeri payudara.
  • IUD tembaga dapat meningkatkan nyeri dan pendarahan menstruasi, atau menyebabkan pendarahan di antara periode menstruasi, terutama dalam beberapa bulan pertama penggunaan. Biasanya, gejala-gejala ini akan berkurang dalam waktu 1 tahun. 

2. KB Implan / KB Susuk

Implan sebagai pilihan KB untuk Ibu menyusui (sumber: depositphotos)

KB implan merupakan salah satu metode kontrasepsi yang berbentuk batang fleksibel dengan ukuran mirip korek api yang diletakkan di bawah kulit lengan atas Ibu. Implan bekerja dengan melepaskan hormon progestin ke dalam tubuh untuk mencegah kehamilan selama 3 tahun dengan tingkat keberhasilan mencapai 99,95%. KB implan hanya mengandung hormon progestin, sehingga tidak memengaruhi produksi ASI. penting bagi Ibu untuk mendapatkan resep dari dokter sebelum menggunakan KB implan ini. 

KB implan membantu mencegah pelepasan sel telur dari indung telur dan membuat lendir serviks menjadi lebih kental, sehingga menghalangi sperma untuk mencapai sel telur. Pemasangannya implan dapat dilakukan oleh dokter segera setelah melahirkan atau operasi caesar. Nah, jika Ibu memutuskan untuk hamil kembali, implan dapat dilepas oleh dokter. 

Beberapa manfaat kontrasepsi implan, yaitu:

  • Tidak mengganggu aktivitas seksual atau kegiatan sehari-hari Ibu.
  • Tidak perlu melakukan tindakan tambahan untuk mencegah kehamilan.
  • Hampir semua wanita dapat menggunakan KB implan. 

Selain itu, beberapa risiko dan efek samping yang mungkin ditimbulkan dari penggunaan KB implan, yaitu:

  • Perubahan pada pola pendarahan menstruasi. Periode menstruasi dapat menjadi lebih berat, lebih ringan, atau berlangsung lebih lama. Namun, ada juga kemungkinan Ibu mengalami ketidakteraturan menstruasi, seperti periode yang jarang terjadi atau pendarahan di antara periode menstruasi. Bahkan dalam beberapa kasus, Ibu mungkin mengalami tidak adanya pendarahan menstruasi sama sekali. 
  • Efek samping umum yang mungkin Ibu rasakan, seperti perubahan suasana hati, sakit kepala, jerawat, peningkatan berat badan, perubahan pada kulit, dan depresi. 

Baca juga: Mengidap PCOS Bisa Hamil? Ketahui 6 Hal Penting Ini Dulu

3. Pil Mini

Pil Mini sebagai pilihan KB untuk Ibu menyusui (sumber: depositphotos)

Ibu mungkin pernah mendengar bahwa pil kontrasepsi dapat mengganggu produksi ASI. Namun, tidak semua pil kontrasepsi memiliki dampak serupa. Hal ini karena, terdapat dua jenis pil kontrasepsi yang berbeda, yaitu: 

  • Pil KB kombinasi, yang mengandung hormon estrogen dan progestin, serta merupakan jenis pil kontrasepsi paling umum. 
  • Pil KB yang hanya mengandung progestin, disebut juga pil mini. 

Jika Ibu sedang menyusui, dokter akan meresepkan pil mini untuk Ibu agar tidak berdampak negatif pada produksi ASI. Namun, jika dokter menganggap pil kombinasi lebih cocok untuk Ibu daripada pil mini, dokter akan menunggu sekitar 6 minggu sebelum meresepkannya kepada Ibu. 

Pil mini bekerja dengan membuat lendir serviks menjadi lebih kental, sehingga mencegah sperma melewatinya. Meskipun pil mini tidak menghentikan proses ovulasi, tetapi dengan penggunaan yang tepat—mengonsumsinya setiap hari pada waktu yang sama—tingkat keberhasilannya mencapai 99,7%. Namun, jika penggunaannya tidak konsisten, tingkat keberhasilannya dapat menjadi lebih rendah.  

Ketika menggunakan pil mini, tubuh Ibu akan beradaptasi, sehingga mungkin mengakibatkan bercak atau pendarahan yang tidak teratur. Selain itu, ada kemungkinan Ibu mengalami sakit kepala, penurunan gairah seksual, dan risiko terbentuknya kista ovarium.

Baca juga: Apakah Bisa Hamil Setelah Aborsi? Berikut 4 Hal yang Harus Diketahui

4. KB Suntik

KB Suntik sebagai pilihan KB untuk Ibu menyusui (sumber: depositphotos)

KB suntik merupakan metode kontrasepsi yang menggunakan suntikan dengan  mengandung progestin jenis depot medroksiprogesteron asetat (DMPA). Progestin ini berfungsi untuk mencegah terjadinya ovulasi. Setiap 3 bulan, Ibu akan mendapatkan suntikan DMPA yang diberikan oleh dokter atau bidan, biasanya di lengan atau bokong. 

Tingkat keberhasilan KB suntik sekitar 97%. Jadi, jika Ibu tidak rutin menjalani kunjungan kontrol setiap 3 bulan, tingkat keberhasilan penggunaan KB suntik dapat berkurang. Namun, apabila Ibu mendapatkan KB suntik tepat waktu setiap 3 bulan, tingkat keberhasilannya dapat lebih tinggi. Penting juga untuk diketahui bahwa jika Ibu berencana memiliki anak lagi di masa depan, kemungkinan perlu waktu sekitar 10 bulan atau lebih agar kesuburan Ibu pulih setelah berhenti menggunakan KB suntik. 

Berikut merupakan manfaat dari penggunaan KB suntik:

  • Tidak mengganggu aktivitas seksual.
  • Hampir semua wanita dapat menggunakan KB suntik.

Namun, ada beberapa risiko dan efek samping yang mungkin terjadi akibat dari penggunaan KB suntik, yaitu:

  • Dapat menyebabkan penurunan kepadatan tulang. Namun, ketika penggunaan suntikan dihentikan, sebagian atau seluruh kepadatan tulang yang biasanya akan pulih kembali. Selain itu, penurunan kepadatan tulang ini tidak secara signifikan meningkatkan risiko patah tulang.
  • KB suntik sebaiknya tidak digunakan jika Ibu memiliki faktor risiko penyakit kardiovaskular (penyakit gangguan jantung dan pembuluh darah).
  • KB suntik dapat menyebabkan pendarahan tidak teratur, sakit kepala, atau peningkatan berat badan. 

Baca juga: Bikin Gemuk? 8 Dampak Negatif Lain Suntik KB yang Juga Wajib Ibu Tahu!

5. KB Penghalang

Sesuai dengan namanya, metode KB penghalang bekerja dengan cara mencegah sperma mencapai sel telur. Perlu diingat bahwa metode KB penghalang tidak mengandung hormon dan memiliki tingkat keberhasilan yang lebih rendah dibandingkan dengan metode kontrasepsi hormonal. Ada beberapa pilihan metode kontrasepsi penghalang yang tersedia dan semuanya dapat dibeli secara bebas di toko, seperti spermisida, kondom, diafragma, dan kap serviks. 

Kondom dan spermisida dapat digunakan setelah melahirkan tanpa batasan waktu tertentu. Sedangkan diafragma, kap serviks, dan spermisida spons dapat digunakan mulai dari 6 minggu setelah melahirkan, ketika rahim dan leher rahim telah kembali ke ukuran normal. Jika Ibu sudah menggunakan diafragma atau kap serviks sebelum melahirkan, Ibu perlu memastikan ukurannya sesuai setelah melahirkan

Berikut merupakan manfaat penggunaan KB penghalang, di antaranya:

  • Kondom dapat melindungi dari Infeksi Menular Seksual (IMS).
  • Kondom dan spermisida dapat dibeli secara bebas di apotek tanpa resep dokter.
  • Tidak memengaruhi hormon alami tubuh. 

Namun, terdapat beberapa risiko dan efek samping yang perlu diperhatikan sebagai akibat dari penggunaan KB penghalang, yaitu: 

  • Penggunaan spermisida dapat menyebabkan sensasi terbakar dan iritasi pada vagina, dan beberapa Ibu mungkin alergi terhadap spermisida, sehingga mengalami reaksi alergi. Penggunaan spermisida secara rutin (atau setiap hari) juga dapat meningkatkan risiko terinfeksi HIV, jika Ibu memiliki banyak pasangan seksual atau suami Ibu memiliki risiko terinfeksi HIV. 
  • Beberapa Ibu juga dapat mengalami reaksi alergi terhadap lateks, poliuretan, atau sulfida yang terdapat dalam KB penghalang, seperti kondom, diafragma, atau spons. 
  • Penggunaan diafragma dapat meningkatkan risiko Infeksi Saluran Kemih (ISK). 

Baca juga: 5 Senam Saat Nifas yang Nyaman dan Praktis

Berikut merupakan penjelasan dari beberapa metode KB penghalang, yaitu:

  1. Spermisida 
Spermisida sebagai pilihan KB untuk Ibu menyusui (sumber: depositphotos)

Spermisida adalah metode KB yang bekerja dengan cara menghentikan pergerakan atau membunuh sperma, sehingga mencegah pembuahan sel telur. Alat kontrasepsi ini mengandung bahan kimia yang disebut nonoxynol-9. Kelebihan spermisida adalah mudah digunakan dan dibawa ke mana saja. Untuk meningkatkan efektivitasnya, spermisida sebaiknya ditempatkan secara dalam di dalam vagina atau dekat leher rahim. 

Meskipun praktis dan mudah digunakan, tingkat keberhasilannya spermisida relatif rendah, yaitu sekitar 75%. Oleh karena itu, untuk mencegah kehamilan dengan lebih efektif, disarankan untuk mengombinasikan penggunaan spermisida dengan metode kontrasepsi lain, seperti kondom, diafragma, atau kap serviks. Selain itu, harga spermisida tergolong lebih mahal dibandingkan dengan kondom. Spermisida tersedia dalam berbagai bentuk, antara lain:

  1. Spermisida krim, digunakan dengan cara menyemprotkannya ke dalam vagina menggunakan aplikator khusus. Lebih efektif ketika disemprotkan sebelum berhubungan seks. Perlu diingat bahwa efektivitasnya akan berkurang setelah 30 menit penggunaan. 
  2. Spermisida jeli, juga digunakan dengan cara menyemprotkannya ke dalam vagina menggunakan aplikator. Spermisida jeli hanya dapat efektif setelah 1 jam disemprotkan. 
  3. Spermisida busa, harus dikocok selama 30 detik sebelum digunakan. Kemudian, gunakan aplikator khusus untuk mengambil busa dari dalam botol dan semprotkan ke dalam vagina. Spermisida busa lebih efektif jika digunakan tepat sebelum berhubungan seks dan hanya bertahan efektif selama 30 menit.
  4. Spermisida tablet, akan larut menjadi busa setelah dimasukkan ke dalam vagina selama 10-15 menit . Namun, bentuk ini dianggap kurang efektif dibandingkan dengan bentuk lainnya karena sulit untuk mengetahui apakah tablet sudah larut sepenuhnya atau belum.
  5. Spermisida Vaginal contraceptive film (VCF), berbentuk lembaran tipis yang dimasukkan ke dalam vagina. Lembaran VCF mudah digunakan dengan cara melipat dan memasukkannya ke dalam vagina, mendekati leher rahim. Sekitar 15 menit setelahnya, lembaran tersebut akan larut menjadi gel, dan barulah dapat digunakan untuk berhubungan seks.
  6. Spermisida spons, berbentuk bulat dengan tekstur yang lembut. Selain itu, spons dilengkapi dengan tali untuk memudahkan pengeluarannya dari dalam vagina. Spons dimasukkan sebelum berhubungan seks dan perlu dibasahi dengan air terlebih dahulu. Spons akan menutupi mulut rahim dan melepaskan zat-zat yang dapat membunuh sperma.

2. Kondom

Kondom bekerja dengan cara menghalangi sperma masuk ke dalam vagina. Ada beberapa pilihan kondom, meliputi:

  • Kondom pria dan kondom wanita.
  • Kondom dari lateks dan non lateks.
  • Kondom tidak berlapis pelumas dan berlapis pelumas.
  • Kondom dengan spermisida. 

Jika digunakan “secara sempurna”, kondom memiliki tingkat keberhasilan sekitar 98%. In berarti, Ibu atau suami menggunakan kondom setiap kali berhubungan seks, mulai dari awal hingga akhir. Dengan kata lain, tidak ada kontak genital (alat kelamin) sebelum kondom dipasang. Penggunaan yang sempurna juga berarti bahwa kondom tidak rusak atau terlepas selama berhubungan seks. 

Namun, untuk penggunaan “biasa”, tingkat keberhasilan tersebut dapat menurun menjadi sekitar 82%. Ini mencakup semua kesalahan yang mungkin terjadi selama berhubungan seks. Oleh sebab itu, untuk perlindungan tambahan, Ibu atau suami dapat menggunakan kondom bersama dengan metode kontrasepsi lain, seperti spermisida, pil mini, atau KB alami.

Kondom pria dan kondom wanita adalah jenis kondom yang banyak digunakan. Berikut ini penjelasan tentang keduanya:

a. Kondom Pria

Kondom sebagai pilihan KB untuk Ibu menyusui (sumber: depositphotos)

Kondom pria adalah kantong tipis yang terbuat dari karet atau bahan sintetis yang dipasang pada penis yang ereksi. Kondom pria dapat mencegah sperma masuk ke dalam vagina dan rahim. Jika suami Ibu juga menggunakan spermisida (busa atau krim yang membunuh sperma), peluang kehamilan akan semakin rendah. 

b. Kondom Wanita (Diafragma) 

Diafragma sebagai pilihan KB untuk Ibu menyusui (sumber: depositphotos)

Kondom wanita, juga dikenal sebagai diafragma, adalah metode KB penghalang berbentuk cangkir kecil yang terbuat dari bahan silikon. Untuk menggunakannya, diafragma dilipat menjadi dua, dimasukkan ke dalam vagina, dan ditempatkan di atas leher rahim sekitar dua jam sebelum berhubungan seks, dan dilepaskan setelah berhubungan seks.

Pemilihan diafragma yang tepat untuk Ibu dilakukan oleh dokter, yang akan menyesuaikan ukurannya dengan leher rahim. Hal ini karena jika sebelum hamil Ibu pernah menggunakan diafragma, kemungkinan ukuran yang digunakan sebelumnya tidak cocok lagi. Dokter akan memilih ukuran yang sesuai setelah 6 minggu atau lebih setelah melahirkan guna memberikan waktu yang cukup bagi tubuh Ibu untuk pulih setelah proses persalinan. 

Perlu diingat bahwa diafragma hanya dapat digunakan sekali dan tidak boleh digunakan bersamaan dengan kondom pria yang dipakai oleh suami Ibu. Diafragma dapat digunakan berulang kali, jadi penting untuk mencuci diafragma setelah digunakan. Selain itu, Ibu dapat mempertimbangkan penggunaan spermisida sebelum menggunakan diafragma untuk meningkatkan tingkat keberhasilan penggunaannya.

Baca juga: Dapatkah Bayi Meninggal Karena Suara Petasan?

  1. Kap Serviks
Kap Serviks sebagai pilihan KB untuk Ibu menyusui (sumber: depositphotos)

Kap serviks adalah alat kontrasepsi penghalang yang dipasang di dalam vagina sekitar enam jam sebelum berhubungan seks. Tingkat keberhasilan penggunaannya sekitar 71-86%. Kap serviks hanya tersedia dengan resep dokter karena dokter perlu memilih ukuran yang sesuai untuk Ibu. Jadi, jika Ibu pernah menggunakan kap serviks sebelum hamil, Ibu perlu melakukan pemeriksaan kembali ke dokter. Hal ini karena leher rahim Ibu akan berubah setelah hamil dan melahirkan. Selain itu, untuk meningkatkan tingkat keberhasilan penggunaan kap serviks dan mengurangi peluang terjadinya kehamilan, Ibu dapat mempertimbangkan penggunaan spermisida atau memilih metode kontrasepsi lainnya.

Baca juga: Berhubungan Seksual Selama Kehamilan? Perhatikan 6 Hal Berikut!

6. Metode Amenore Laktasi (KB dengan Menyusui)

KB dengan Menyusui sebagai pilihan KB untuk Ibu menyusui (sumber: depositphotos)

KB dengan menyusui adalah metode kontrasepsi alami yang sementara untuk mencegah ovulasi, yaitu pelepasan sel telur dari indung telur. Metode ini dilakukan dengan memberikan ASI kepada bayi secara eksklusif dan rutin. Penting untuk memperhatikan interval waktu antara menyusui, yang tidak boleh melebihi 4 jam pada siang hari atau 6 jam pada malam hari.

Beberapa manfaat yang akan Ibu dapatkan jika menggunakan metode ini, yaitu:

  • Bentuk kontrasepsi alami.
  • Tidak membutuhkan prosedur medis atau resep dokter.
  • Tidak membutuhkan biaya apa pun.
  • Tidak ada risiko kesehatan atau efek samping dalam penggunaannya. 

Namun, ada beberapa hal yang harus Ibu perhatikan terkait dengan penggunaan MAL, di antaranya:

  • Metode ini hanya dapat digunakan selama 6 bulan setelah melahirkan atau sampai periode menstruasi Ibu kembali.
  • Belum jelas apakah dengan memompa ASI dapat memengaruhi efektivitas dari MAL.
  • Agar metode ini berhasil, Ibu harus menyusui secara eksklusif, tanpa memberikan bayi susu formula, makanan, atau minuman selain ASI. 

Jika dilakukan sesuai dengan ketentuan, metode KB ini dapat memiliki tingkat keberhasilan yang hampir sama seperti metode hormonal, pil KB. Dalam enam bulan pertama setelah bayi lahir, metode ini memiliki tingkat keberhasilan sekitar 98%. Artinya, hanya 2 dari 100 orang yang akan mengalami kehamilan jika metode ini digunakan dengan benar. Namun, jika tidak dilakukan dengan benar, kemungkinan terjadinya kehamilan menjadi lebih tinggi. 

Baca juga: 5 Posisi Menyusui Bayi yang Benar, Ibu Sudah Pernah Coba?

7. KB Alami

KB Alami sebagai pilihan KB untuk Ibu menyusui (sumber: depositphotos)

Metode KB alami atau metode kesadaran kesuburan merupakan cara untuk mengendalikan kelahiran tanpa menggunakan hormon. Namaun, metode ini membutuhkan perhatian pada detail-detail tertentu. Ada beberapa cara yang dapat diterapkan dalam menggunakan metode kontrasepsi alami:

  • Perhatikan ritme alami tubuh dan durasi siklus menstruasi untuk menentukan waktu subur. Umumnya, siklus menstruasi dapat berlangsung antara 26 hingga 32 hari. Selain itu, Ibu perlu memperhatikan lendir serviks yang keluar dari vagina.
  • Lakukan pengukuran suhu tubuh basal setiap pagi menggunakan termometer khusus. Hal ini membantu mendeteksi perubahan suhu yang menandakan ovulasi.

Jika metode KB alami adalah pilihan Ibu, maka Ibu perlu lebih teliti dalam memantau lendir serviks, mengamati kalender, memperhatikan gejala tubuh, dan mengukur suhu tubuh basal. Tingkat keberhasilan KB alami ini sekitar 76% atau dapat lebih rendah jika tidak konsisten mempraktikkannya.

Namun, sulit untuk memprediksi kapan kesuburan Ibu akan pulih setelah melahirkan. Hal ini karena sebagian besar Ibu yang baru melahirkan seringkali tidak mengalami menstruasi sebelum ovulasi kembali terjadi. Selain itu, siklus menstruasi pertama setelah melahirkan mungkin tidak teratur dan berbeda dari biasanya.

KB alami bukanlah pilihan yang tepat bagi Ibu yang memiliki siklus menstruasi yang tidak teratur. Di sisi lain, saat menyusui, siklus menstruasi juga dapat menjadi tidak terduga. Oleh karena itu, Ibu disarankan untuk mempertimbangkan penggunaan metode kontrasepsi tambahan, seperti kondom, kap serviks, atau diafragma. 

Baca juga: 7 KB Alami Kalau Tidak Cocok Kontrasepsi

8. KB Steril atau Sterilisasi

Vasektomi sebagai pilihan KB untuk Ibu menyusui (sumber: depositphotos)

Sterilisasi adalah metode kontrasepsi permanen. Pada wanita, sterilisasi dilakukan dengan menutup atau mengangkat saluran tuba. Sterilisasi memiliki tingkat keberhasilan lebih dari 99%. Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan untuk sterilisasi pada Ibu setelah melahirkan:

  • Sterilisasi pascapersalinan, dilakukan segera setelah melahirkan saat Ibu masih berada di rumah sakit. Sayatan dibuat di perut, dengan Ibu diberikan bius terlebih dahulu. Jika Ibu menjalani persalinan caesar, sterilisasi dapat dilakukan melalui sayatan yang sama. Namun, beberapa rumah sakit tidak menawarkan sterilisasi pascapersalinan, jadi penting untuk menanyakan dengan pihak rumah sakit terlebih dahulu. 
  • Sterilisasi laparoskopi, dilakukan beberapa minggu setelah melahirkan. Prosedur ini menggunakan alat yang disebut laparoskop dengan memberikan sayatan yang kecil di perut Ibu.
  • Vasektomi, adalah pilihan sterilisasi untuk suami Ibu. Prosedur vasektomi lebih mudah dan aman dilakukan dibandingkan dengan sterilisasi pada wanita. Setelah vasektomi, dibutuhkan sekitar 2-4 bulan agar air mani benar-benar bebas dari sperma. Oleh sebab itu, Ibu atau suami harus menggunakan metode kontrasepsi lain atau menghindari hubungan seksual, sampai hasil tes menunjukkan bahwa tidak ada sperma pada air mani. 

Berikut manfaat yang dapat diperoleh jika menggunakan KB steril, antara lain:

  • Sterilisasi bersifat permanen. Setelah melakukan sterilisasi, Ibu dan suami tidak perlu menggunakan metode KB lainnya.
  • Prosedur sterilisasi memiliki risiko komplikasi yang rendah.

Namun, ada beberapa risiko yang harus Ibu dan suami pertimbangkan sebelum memutuskan menggunakan KB steril, di antaranya:

  • Ada risiko kecil terjadinya infeksi dan pendarahan.
  • Ibu dan suami harus yakin bahwa tidak ingin memiliki anak lagi di masa depan. Jika mengubah pikiran setelah melakukan sterilisasi, upaya untuk mengembalikannya belum tentu dapat berhasil. 

Baca juga: Donor sperma? Ini Dia 5 Hal Penting untuk Program Hamil

Metode kontrasepsi yang Ibu dan suami pilih berperan penting dalam proses perencanaan keluarga. Saat memasuki periode menyusui, penting untuk memahami pilihan KB yang tersedia agar dapat membuat keputusan yang tepat untuk pemulihan kesehatan Ibu dan memberikan jarak yang cukup antara kehamilan berikutnya. Ada banyak pilihan yang dapat dipertimbangkan, baik yang mengandung hormon maupun yang tidak. Jadi, jangan lupa berkonsultasi dengan dokter sebelum memilih metode kontrasepsi apa yang cocok, ya Bu!. Jika ada kekhawatiran atau pertanyaan, jangan ragu untuk langsung menanyakannya kepada dokter. Dokter siap membantu dan menjawab semua pertanyaan Ibu. 

Terima kasih telah membaca artikel “8 Pilihan KB untuk Ibu Menyusui, Aman dan Bisa Dicoba Nih Bu!” Jangan lupa bagikan artikel ini dengan teman, keluarga, dan kerabat Ibu yang sedang mempersiapkan rencana kehamilan kehamilan setelah melahirkan dan masih dalam fase menyusui. Temukan juga informasi terbaru seputar tips kehamilan, persalinan, dan berbagai artikel menarik tentang KB lainnya di website BukuBumil.com atau unduh aplikasi BukuBumil di Play Store. Tetap semangat dan jaga kesehatan ya, Bu!

Referensi:

Related Posts

Comments

Stay Connected

spot_img

Recent Stories