13 Komplikasi Persalinan Ini Bisa Menyulitkan Proses Melahirkan, Simak Cara Pencegahannya!

Menjadi seorang ibu adalah momen yang penuh kebahagiaan dan haru, terutama saat tiba waktu menyambut kelahiran buah hati. Namun, tidak semua proses persalinan berjalan mulus. Terkadang, Ibu dapat mengalami komplikasi persalinan yang dapat menyebabkan bahaya bagi diri sendiri maupun janin. Maka, penting bagi setiap calon Ibu untuk mengetahui jenis-jenis komplikasi persalinan dan dampak yang ditimbulkan.

Dalam beragam situasi komplikasi persalinan, dokter mungkin harus melakukan tindakan khusus untuk memastikan kelangsungan proses persalinan dan kesehatan Ibu serta bayi berjalan dengan baik. Bukubumil kali ini akan membahas mengenai macam-macam komplikasi persalinan agar Ibu dan keluarga dapat mempersiapkan diri dan meminimalkan risiko terjadinya komplikasi persalinan. Tunggu apa lagi? Yuk, scroll ke bawah, ya!

komplikasi persalinan
Ilustrasi ibu hamil yang akan menghadapi persalinan.

Jenis-jenis komplikasi persalinan

Komplikasi persalinan bisa terjadi pada bagian mana pun dari proses persalinan, dan dapat mempengaruhi kesehatan Ibu dan bayi. Dari banyaknya jenis komplikasi persalinan, beberapa di antaranya terbilang ringan dan tidak berbahaya, tapi ada juga yang sangat berbahaya dan bahkan bisa berujung pada kematian. Oleh karena itu, meskipun kejadian komplikasi terhitung jarang, sangat penting untuk mengenali mengapa hal itu terjadi, pengobatan yang tersedia, dan beberapa tindakan yang dapat membantu mencegahnya. Berikut adalah beberapa komplikasi persalinan dalam dunia medis:

1.  Kegagalan progres persalinan

Proses persalinan yang berlangsung lebih lama dari yang diharapkan (>20 jam) disebut kegagalan progres persalinan.  Komplikasi persalinan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk:

·       Pembukaan serviks yang lambat,

·       Jalan lahir atau panggul kecil,

·       Melahirkan beberapa bayi sekaligus (bayi kembar),

·       Ukuran bayi yang besar,

·       Faktor emosional, seperti kecemasan, stres, ketakutan, dan

·       Konsumsi obat nyeri yang bisa memperlambat atau melemahkan kontraksi rahim.

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk membantu mengatasi kegagalan proses persalinan, seperti: berjalan-jalan, tidur, atau mandi air hangat. Namun, jika cara di atas tidak berhasil, dokter dapat memberikan obat yang menginduksi persalinan atau merekomendasikan operasi caesar.

Baca juga: Hindari 12 Pantangan Saat Hamil Tua Berikut Ini, Demi Keselamatan Ibu dan Janin!

2. Fetal distress atau “gawat janin”

Fetal distress” adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi ketika janin tidak terlihat sehat. American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) kemudian merekomendasikan istilah baru “Non-reassuring fetal status” sebagai pengganti fetal distress, dengan makna status janin tidak menenangkan, karena istilah “fetal distress” dirasa tidak spesifik dan tidak dapat menghasilkan pengobatan yang tidak akurat. Status janin yang tidak menenangkan atau “gawat janin” ini dapat terkait dengan detak jantung yang tidak teratur pada bayi, ada masalah pada otot dan gerakan, dan tingkat cairan ketuban yang rendah.

Penyebab dan kondisi yang mendasari komplikasi persalinan jenis ini dapat meliputi:

·       Kadar oksigen yang tidak mencukupi,

·       Anemia pada Ibu,

·       Hipertensi akibat kehamilan pada Ibu, dan

·       Pertumbuhan janin yang terhambat atau retardasi pertumbuhan intrauterin (IUGR).

Strategi yang dapat membantu selama episode “gawat janin” yaitu di antaranya mengubah posisi ibu, meningkatkan hidrasi ibu, mempertahankan oksigenasi Ibu, amnioinfus (cairan dimasukkan ke dalam rongga ketuban untuk mengurangi tekanan pada tali pusat), tokolisis (penghentian sementara kontraksi yang dapat menunda persalinan prematur), dan pemberian dextrose hipertonik intravena. Dalam beberapa kasus, persalinan dengan operasi caesar mungkin diperlukan.

Baca juga: Ini 5 Kebutuhan Gizi Ibu Hamil yang Harus Dipenuhi saat Puasa!

3. Perinatal asphyxia

Perinatal asphyxia adalah kondisi gagal memulai dan menjaga pernapasan saat melahirkan. Kondisi ini bisa terjadi sebelum, selama, atau setelah persalinan karena pasokan oksigen tidak memadai. Kondisi ini menyebabkan penurunan kadar oksigen, peningkatan kadar karbon dioksida, masalah kardiovaskular dan kerusakan organ, serta asidosis (terlalu banyak asam dalam darah).

Gejala komplikasi persalinan ini termasuk:

·       Warna kulit memburuk,

·       Detak jantung rendah,

·       Terengah-engah,

·       Pernapasan lemah,

·       Cairan ketuban mengandung mekonium (feses pertama bayi), dan

·       Skor APGAR rendah 0 hingga 3 selama lebih dari 5 menit.

Perawatan yang dapat dilakukan termasuk memberikan oksigen kepada Ibu atau melakukan persalinan dengan operasi caesar. Setelah melahirkan, pernapasan mekanis atau obat-obatan mungkin diperlukan.

Baca juga: 12 Tips Diet Ibu Hamil yang Ingin Menjaga Berat Badan

komplikasi persalinan
Ilustrasi operasi caesar

4. Shoulder dystocia

Shoulder dystocia terjadi ketika kepala bayi dilahirkan secara normal, tapi bahu bayi tetap berada di dalam rahim ibu. Meskipun kondisi ini tidak umum terjadi, shoulder dystocia lebih mungkin terjadi pada wanita yang belum pernah melahirkan sebelumnya dan menjadi penyebab pada setengah dari semua operasi caesar pada kondisi ini. Komplikasi ini tergolong berbahaya jika tidak ditangani dengan baik. Perawatan meliputi beberapa manuver khusus, termasuk perubahan posisi ibu, memutar bahu bayi secara manual, atau episiotomi (pelebaran vagina dengan pembedahan). Komplikasi persalinan jenis ini biasanya dapat diobati dan bersifat sementara, tetapi jika detak jantung janin tidak kunjung membaik, hal ini dapat mengindikasikan masalah lain.

Komplikasi yang mungkin terjadi pada janin:

·       Cedera saraf brakial plexus janin, yaitu cedera saraf yang dapat memengaruhi bahu, lengan, dan tangan tetapi biasanya sembuh dengan sendirinya,

·       Fraktur atau patah tulang selangka, dan

·       Cedera otak hipoksia-ischemia pada bayi, yaitu kondisi suplai oksigen rendah ke otak, yang dalam kasus yang jarang terjadi, dapat mengancam jiwa atau menyebabkan kerusakan otak

Komplikasi pada ibu termasuk robekan uterus, vagina, serviks atau rektum dan pendarahan yang berat setelah melahirkan.

Baca juga: Ibu Hamil Anemia? Intip 3 Resep Makanan Kaya Zat Besi Ini!

5. Pendarahan berlebih

Pendarahan berlebihan atau postpartum hemorrhage adalah kondisi di mana seorang wanita mengalami pendarahan setelah melahirkan. Pendarahan bisa terjadi dalam 24 jam setelah melahirkan atau hingga 12 minggu kemudian dalam kasus perdarahan sekunder. 8 dari 10 kasus postpartum hemorrhage disebabkan oleh kelemahan otot rahim. Kondisi medis dan pengobatan tertentu dapat meningkatkan risiko terjadinya pendarahan dan bisa mengancam nyawa jika tidak segera ditangani, seperti:

·       Solusio plasenta (lepasnya plasenta dari dinding rahim sebelum proses persalinan),

·       Hipertensi akibat kehamilan,

·       Persalinan berkepanjangan,

·       Penggunaan forceps atau vakum,

·       Penggunaan anestesi atau obat-obatan untuk menginduksi atau menghentikan persalinan,

·       Kondisi medis lain seperti robekan pembuluh darah, hematoma, dan gangguan pembekuan darah.

Pengobatan untuk menghentikan pendarahan meliputi obat tertentu, pijat pada rahim, pengangkatan plasenta yang tertinggal, dan prosedur bedah jika diperlukan. Meski demikian, dengan bantuan medis yang tepat dan cepat, prognosis biasanya baik.

Baca juga: Panduan Memompa ASI: 9 Tips Meningkatkan Produksi ASI bagi Ibu Menyusui

6. Malposisi janin

Ada posisi bayi yang abnormal saat hendak persalinan, seperti:

·       Kepala bayi menghadap atas,

·       Sungsang, baik bokong dulu (sungsang terang) atau kaki dulu (sungsang lengkap)

·       Berbaring menyamping: horizontal melintasi rahim, bukan vertikal

Malposisi janin dapat menghambat persalinan normal dan mungkin memerlukan tindakan seperti persalinan dengan operasi caesar, episiotomi, atau persalinan dengan bantuan forceps. Tidak semua bayi berada dalam posisi terbaik untuk persalinan normal. Jika tali pusat melilit di sekitar leher bayi, terjepit, atau muncul sebelum bayi lahir, kemungkinan perlu bantuan medis.

Baca juga: Perawatan Bayi Baru Lahir: 13 Checklist Peralatan dan Persiapan Ruangan Sebelum Jadi Orang Tua Baru

7. Plasenta previa

Plasenta previa adalah kondisi komplikasi persalinan ketika plasenta menutupi leher rahim, yang membutuhkan persalinan caesar. Kondisi ini terjadi pada sekitar 1 dari 200 kehamilan pada trimester ketiga. Kondisi ini paling sering terjadi pada wanita yang:

·       Telah melahirkan sebelumnya,

·       Berusia di atas 35 tahun,

·       Memiliki riwayat plasenta previa sebelumnya,

·       Riwayat operasi uterus,

·       Kehamilan ganda,

·       Memiliki mioma, atau

·       Kebiasaan merokok.

Gejala utama komplikasi persalinan ini adalah pendarahan tanpa rasa sakit pada trimester ketiga kehamilan, kontraksi dini, bayi dalam posisi sungsang, atau ukuran rahim yang besar untuk tahap kehamilan. Pengobatan meliputi istirahat di tempat tidur atau pengawasan di rumah sakit, transfusi darah, dan persalinan caesar segera jika pendarahan tidak berhenti atau jika detak jantung janin tidak menentu.

Kondisi ini juga dapat meningkatkan risiko terjadinya kondisi berbahaya lainnya, yaitu plasenta akreta, kondisi yang berpotensi mengancam jiwa di mana plasenta tidak dapat dipisahkan dari dinding rahim. Dokter mungkin menyarankan untuk menghindari hubungan intim, membatasi perjalanan, dan menghindari pemeriksaan panggul.

Baca juga: 7 Tips Rahasia Agar Bayi Tidur Nyenyak Sepanjang Malam

8. Cephalopelvic disproportion (CPD)

Cephalopelvic disproportion (CPD) terjadi ketika kepala bayi tidak dapat melewati panggul Ibu. CPD terjadi pada 1 dari 250 kehamilan. Hal ini dapat terjadi jika:

·       Bayi terlalu besar atau memiliki ukuran kepala yang besar,

·       Bayi berada dalam posisi yang tidak biasa, atau

·       Panggul ibu kecil atau memiliki bentuk yang tidak biasa.

Biasanya, persalinan caesar akan diperlukan.

Baca juga: Persiapan Melahirkan: 10 Kebutuhan Ibu Hamil yang Harus Dibawa saat Akan Bersalin

komplikasi persalinan
Ilustrasi bayi lahir

9. Uterine rupture

Robekan rahim atau ruptur rahim dapat terjadi pada Ibu yang pernah melahirkan melalui operasi caesar dan kecil kemungkinan terbukanya bekas luka selama persalinan berikutnya. Jika hal ini terjadi, bayi dapat berisiko mengalami kekurangan oksigen dan operasi caesar mungkin diperlukan. Selain operasi caesar sebelumnya, faktor risiko lain yang memicu kondisi ini termasuk: induksi persalinan, ukuran bayi, usia ibu 35 tahun atau lebih, dan penggunaan alat bantu persalinan.

Tanda-tanda ruptur rahim termasuk:

·       Detak jantung bayi yang tidak normal,

·       Ibu mengalami nyeri perut dan bekas luka yang sensitif,

·       Kemajuan lambat dalam persalinan,

·       Pendarahan vagina,

·       Detak jantung cepat, dan tekanan darah rendah pada Ibu.

Merencanakan persalinan normal setelah ada riwayat operasi caesar sebelumnya harus dilakukan di fasilitas kesehatan yang tepat untuk mengurangi risiko yang tidak diinginkan.

Baca juga: ASI Tidak Keluar Setelah Melahirkan? Temukan 9 Penyebabnya!

10.   Persalinan cepat

Rapid labor atau persalinan cepat terjadi ketika tiga tahapan persalinan berlangsung hanya dalam 3-5 jam saja, jauh lebih cepat dari waktu yang normal yaitu 6-18 jam. Persalinan cepat lebih tinggi kejadiannya pada bayi yang ukurannya lebih kecil dari rata-rata bayi umumnya, kontraksi rahim yang kuat, serta riwayat persalinan cepat sebelumnya.

Meskipun mempercepat waktu persalinan, persalinan cepat memiliki beberapa risiko bagi Ibu, seperti meningkatkan risiko robekan pada serviks dan vagina, pendarahan, dan syok pasca persalinan. Risiko pada bayi meliputi aspirasi cairan ketuban dan risiko infeksi yang lebih tinggi jika persalinan berlangsung di tempat yang tidak steril.

Jika ada tanda-tanda persalinan cepat, penting untuk:

·       Segera menghubungi dokter atau bidan,

·       Menggunakan teknik pernapasan dan pikiran yang tenang untuk merasa lebih terkontrol,

·       Tetap berada di tempat yang steril, dan

·       Coba untuk berbaring telentang atau miring.

Baca juga: Sudah Dekat HPL? Simak 9 Persiapan Melahirkan Normal Berikut Ini!

11. Umbilical Cord Prolapse atau prolaps tali pusat

Tali pusat adalah jalur hidup penting yang menghubungkan janin dan Ibu selama persalinan. Saat persalinan normal, janin keluar terlebih dahulu, diikuti tali pusat dan plasenta. Namun, prolapsus terjadi ketika tali pusat turun ke pembukaan serviks terlebih dahulu dan berada di depan janin saat bayi masuk ke jalan lahir. Prolapsus tali pusat sangat berbahaya karena dapat sepenuhnya memutuskan pasokan oksigen ke janin dan menyebabkan kematian perinatal. Janin harus segera dilahirkan jika tali pusat terjepit untuk menghindari kerusakan otak dan kematian. Namun, kasus prolapsus tali pusat sangat jarang terjadi, kurang dari setengah persen dari semua persalinan.

Baca juga: 9 Cara Berdamai dengan Perubahan Tubuh Saat Hamil: Panduan untuk Calon Ibu

Ilustrasi kelahiran bayi

12. Chorioamnionitis

Chorioamnionitis adalah infeksi bakteri pada ibu hamil masuk ke dalam cairan ketuban dan/atau membran janin. Infeksi biasanya berasal dari area vagina ibu dan menyebar ke dalam rahim. Meskipun infeksi pada ibu hamil cukup umum, chorioamnionitis adalah jenis infeksi ibu hamil yang unik, jarang terjadi (hanya ditemukan pada 2% kehamilan) dan sangat berbahaya.

Chorioamnionitis mengancam bayi dalam kandungan. Alasannya, chorioamnionitis pada membran janin dapat secara langsung mengganggu pasokan oksigen dan nutrisi dari Ibu ke bayi. Penelitian baru menunjukkan bahwa jenis infeksi dalam ketuban ini dapat menyebabkan kekurangan atau gangguan oksigen prenatal dan menyebabkan cedera otak. Chorioamnionitis sekarang diakui sebagai penyebab signifikan cerebral palsy. Bahaya lain dari jenis infeksi ini dapat menyebabkan persalinan prematur yang meningkatkan risiko cedera lahir yang serius.

Baca juga: Mengapa Hasil USG Tidak Selalu Akurat? Ini 5 Penyebabnya! 

13. Fetal Macrosomia

Fetal macrosomia adalah istilah ilmiah untuk bayi yang terlalu besar untuk dilahirkan secara normal. Definisi klinis dari fetal macrosomia berbeda-beda, tetapi bayi dengan berat lebih dari 4 kg pada masa persalinan dianggap sebagai macrosomic. Secara umum, fetal macrosomia bukan kondisi kesehatan yang buruk. Namun, fetal macrosomia yang tidak terdiagnosis dapat menjadi komplikasi yang berbahaya. Bayi yang terlalu besar tidak aman untuk dilahirkan secara normal karena sangat mungkin terjebak di jalan lahir. Ketika bayi terjebak di jalan lahir selama persalinan, mereka berisiko mengalami kekurangan oksigen, yang dapat menyebabkan cedera otak serius.

Baca juga: 9 Ciri-ciri Ibu Memiliki Kehamilan yang Sehat

Cara mencegah komplikasi persalinan sedari dini

Meskipun terjadinya komplikasi persalinan tidak terduga, ada baiknya untuk mempersiapkan segala sesuatu sejak dini untuk meminimalisir risiko tidak diinginkan. Beberapa cara yang bisa diikuti Ibu dan keluarga untuk berupaya mencegah komplikasi persalinan ialah sebagai berikut:

·   Mulai dari diri sendiri

Untuk memastikan kelahiran bayi yang sehat, paling penting adalah mendapatkan perawatan prenatal yang cukup pada waktu yang tepat. Sangat penting untuk memulai perawatan prenatal bahkan sebelum Ibu hamil untuk memastikan kesehatan yang optimal. Untuk mencegah komplikasi, Ibu harus berhenti merokok jika merokok, karena merokok dapat memicu persalinan prematur. Para peneliti juga menemukan hubungan antara penyakit gusi dan kelahiran prematur. Jadi, rajinlah menyikat gigi dan membersihkannya setiap hari. Selain itu, mengurangi tingkat stres dapat membantu dengan menentukan waktu tenang setiap hari dan meminta bantuan ketika Ibu membutuhkannya.

·   Pemeriksaan USG Transvaginal

Dokter akan memeriksa faktor risiko yang dapat menyebabkan persalinan prematur, serta membahas tindakan pencegahan yang harus diambil. Untuk memprediksi risiko persalinan prematur, dokter dapat melakukan pemeriksaan panjang serviks dengan menggunakan probe USG transvaginal pada usia kehamilan antara 20 dan 28 minggu bagi wanita yang mungkin berisiko.

Ilustrasi USG

·   Pemeriksaan Fetal Fibronectin

Selain USG Transvaginal, tes Fetal Fibronectin juga dapat digunakan sebagai prediktor kemungkinan persalinan prematur bagi wanita yang mungkin berisiko. Tes yang dilakukan seperti tes Pap smear. Walaupun tes Fetal Fibronectin tidak dapat menentukan secara pasti apakah Ibu mengalami persalinan prematur, tes ini dapat memberitahu Ibu jika tidak sedang mengalami persalinan prematur. Seorang wanita yang berisiko melahirkan prematur dapat diingatkan tentang apa yang harus dilakukan jika muncul gejala persalinan prematur dan dapat menjalani tes skrining lebih lanjut.

Komplikasi persalinan adalah situasi yang dapat terjadi pada setiap Ibu. Namun, dengan pengetahuan dan persiapan yang tepat, calon Ibu dapat meminimalkan risiko terjadinya komplikasi persalinan. Jika terjadi komplikasi persalinan, maka tindakan yang dilakukan oleh tenaga medis secara cepat dan tepat dapat meminimalkan dampak yang merugikan bagi Ibu dan bayi. Maka dari itu, penting untuk melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur, mempersiapkan diri fisik dan mental sebelum persalinan, dan melaksanakan proses persalinan dengan bantuan tenaga medis yang terlatih.

Jangan ragu untuk membagikan artikel ini kepada keluarga dan teman-teman yang membutuhkan informasi mengenai komplikasi persalinan agar dapat membantu mencegah terjadinya risiko komplikasi persalinan. Untuk informasi seputar kehamilan yang lebih lengkap, yuk mari unduh aplikasi Bukubumil di App Store!

Referensi

Related Posts

Comments

Stay Connected

spot_img

Recent Stories