Apakah Ibu sering mendengar stigma negatif sulit membangun hubungan baik antara menantu dan mertua?. Sebagian dari kita bahkan masih hidup satu atap dengan keluarga besar termasuk mertua dimana konflik berpeluang muncu lebih besar. Jadi apakah fakta bahwa menantu dan mertua susah akur? Sebenarnya tidak pasti lho, Bu! Masih banyak kok hubungan yang akur antar keduanya.
Table of Contents
Bagi menantu yang merasa hubungan dengan mertua tidak baik-baik saja cenderung untuk percaya bahwa mertua:
- Lebih dekat dengan menantu lain,
- Ikut campur hubungan rumah tangga mereka,
- Sulit diajak berbicara terus terang,
- Enggan membantu,
- Membuat cemas, dan
- Memiliki filosofi mendidik anak yang berbeda
Lalu, sebenarnya apa penyebab tidak baiknya hubungan antara menantu dan mertua ya? Berikut rangkuman penjelasannya!
Baca juga:
Penyebab Hubungan Dengan Mertua Tidak Harmonis
- “Persaingan Alami” Mertua
Tergesernya sosok terpenting dalam hidup anaknya menimbulkan kompetisi yang tidak disadari dilakukan oleh mertua. Hal ini menyebabkan hal-hal yang kurang mengenakkan seperti menuntut, mengkritik secara tersirat, dan menyindir.
- Adanyanya Rasa Tanggung Jawab yang Masih Melekat Terhadap Anak
Sebagian orang tua akan merasa bertanggung jawab penuh terhadap takdir anaknya, termasuk kesuksesan hubungan pernikahannya. Hal ini menyebabkan adanya upaya mertua untuk mengatur berbagai hal agar sang anak mendapatkan yang terbaik walaupun sudah memiliki pasangan.
- Ketidaksesuaian Cara Pandang Tentang Pernikahan
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ketidaksamaan cara pandang, contohnya perbedaan sosial ekonomi dalam keluarga, peran suami istri dan hierarkinya dalam pernikahan, dan kedekatan yang terjalin antar keluarga dapat memicu konflik bahkan berpotensi menimbulkan perceraian suami dan istri.
Dalam kehidupan bermasyarakat, hubungan antara mertua dan menantu sebaiknya diperhatikan dengan baik demi menimbulkan ketentraman dalam hidup Ibu, pasangan, maupun keluarga secara keseluruhan. Untuk itu, BukuBumil akan memberikan beberapa tips yang membantu Ibu menjalani interaksi yang baik dengan mertua.
Baca juga:
Tips Membangun Hubungan yang Harmonis dengan Mertua
- Menyadari pemicu konflik
Ibu sebaiknya mulai menyadari bahwa tidak semua mertua otomatis menyukai menantunya. Selain itu, adanya sikap kompetitif sebagai orang terpenting bagi anaknya adalah hal yang sulit untuk dihindari. Oleh karena itu, Ibu sebaiknya mencoba untuk lebih mengerti sebagai tahapan awal terbentuknya komunikasi yang lebih baik dengan mertua.
Baca juga: 5 Peran Suami Saat Istri Hamil: Penting Tapi Sering Terlupakan
- Membangun Hubungan
Hubungan menantu dan mertua dapat dibangun dengan berusaha mencari kesamaan dan menjalani perilaku positif yang bisa dilakukan bersama, misalnya berkebun atau berbelanja bersama.
Baca juga: 7 Cara Komunikasi Untuk Menjaga Hubungan Dengan Mertua
- Berbicara empat mata secara terbuka dan bersikap empati
Usaha untuk berbicara secara terbuka dan bersikap empati dalam mendengarkan pendapat orang lain dapat mengurangi ketegangan sehingga mengurangi jarak antara kedua belah pihak khususnya yang sedang bermsalah. Berikut beberapa pertanyaan yang membantu Ibu dan mertua untuk saling memahami masing-masing falsafah dalam hidup berkeluarga, yaitu:
- Bagaimana hubungan berkeluarga pasangan Ibu sebelum pernikahan berlangsung?
- Peran apa yang pasangan Ibu ambil dalam keluarga intinya?
- Apakah adakah aturan berkomunikasi tertentu dalam keluarga ini?
- Bersiap akan kemunculan konflik
Beberapa konflik seperti ketidaksesuaian pembagian pekerjaan rumah dengan suami, pola asuh anak, dan gaya hidup umumnya sering muncul. Ibu sebaiknya lebih berpikiran positif bahwa munculnya konflik adalah hal yang wajar, tapi harus dibarengi dengan upaya menyelesaikan masalahnya. Upaya ini dapat dilakukan dengan berdiskusi dengan pasangan Ibu yaitu dengan mengajukan pertanyaan berikut:
- Apakah mertua sering membahas tentang hubungan Ibu dengan pasangan dengan keluarga inti?
- Apakah mertua ingin Ibu sebagai menantu lebih banyak bertindak untuk menyelesaikan perbedaan antar kalian berdua?
- Menahan intimidasi oleh mertua yang berprasangka buruk
Kita harus menyadari bahwa manusia sulit hidup terpisah dengan stereotip atau stigma, termasuk mertua kita. Beberapa hal yang perlu lebih dimaklumi di antaranya perbedaan ras, suku, adat istiadat, serta agama dan kepercayaan. Coba untuk memberikan pengertian terhadap hal tersebut perlahan-lahan.
Baca juga: 7 Cara Menghadapi Gejolak Emosi Setelah Keguguran
- Meluangkan waktu bersama
Ibu dapat menghabiskan waktu lebih banyak dengan mertua agar lebih baik mengenal satu sama lain. Ibu dapat memulainya dari diri sendiri untuk mencoba lebih dekat misalnya mengunjungi kampung halaman mertua, liburan bersama, mengobservasi perilaku berkasih sayang antara pasangan dan mertua.
Baca juga: Sudah Dekat HPL? Simak 9 Persiapan Melahirkan Normal Berikut Ini!
- Introspeksi diri
Ibu perlu mencoba kembali mengintrospeksi diri dalam melakukan hubungan sosial. Terkadang muncul kesalahpahaman termasuk saat berinteraksi diri mertua. Contohnya saat kita salah memahami motif dibalik suatu perilaku seperti kita yang menganggap masukan mertua sebagai kritik bukan saran yang membangun sebagai bentuk kasih sayang mereka. Untuk itu, sebaiknya Ibu berupaya untuk lebih positif melihat suatu masalah agar dapat menemukan jalan keluar dari suatu masalah dengan lebih mudah.
Baca juga: Yuk, Kenali 3 Penyebab Postpartum Depression!
- Menghindari untuk terlalu baper dan memberi respon yang buruk
Sebagai orang yang lebih muda, menantu perlu memilah-milah respon yang seharusnya diberikan khususnya saat menghadapi hal-hal negatif. Ibu bisa mencoba melihat berbagai masalah dengan lebih berimbang, yaitu dari kacamata mertua agar tidak terlalu terbawa perasaan atau baper. Hal ini baik untuk mengontrol emosi dan munculnya respon buruk yang dapat memperkeruh suasana. Tariklah nafas dan bersikaplah tenang saat memberikan respon, baik melalui ekspresi wajah, gaya bicara, berperilaku.
- Membuat batasan terhadap keterlibatan mertua
Memang baik saat kita tidak membiarkan mertua menjadi asing dengan “keluarga baru” kita. Namun, jika mertua semakin melampaui batasan maka terdapat adanya indikasi keterikatan. Sebaiknya Ibu bisa berdiskusi dengan mertua terkait batasan-batasan yang wajar untuk terlibat melalui perbincangan empat mata dan usahakan dalam suasana yang hangat.
Upaya Kerjasama Pasangan untuk Mendukung Hubungan yang Harmonis dengan Mertua
Sebagai kunci penting keberlangsungan hubungan menantu dan mertua, ajak pasangan Ibu untuk terlibat membangun hubungan yang harmonis dengan mertua. Berikut beberapa caranya:
- Menetapkan batasan bersama
Identifikasilah kesepakatan batasan keterlibatan mertua dalam rumah tangga Ibu. Beberapa contoh batasan yang dapat disepakati diantaranya banyak waktu yang dihabiskan bersama mertua dan pembagian peran dalam mengasuh anak. Oleh karena itu, Ibu dan pasangan bisa mencari solusi bersama termasuk melakukan konseling pernikahan jika kondisi ini telah sampai menyebabkan kerusakan pada hubungan suami istri.
- Melakukan sinkronisasi dengan pasangan
Jadikan pasangan sebagai penetral saat terjadi permasalahan antara menantu dan mertua. Sepakati bahwa pasangan Ibu bisa menempatkan posisi yang netral saat mencoba memediasi keduanya.
- Menyepakati soal perawatan orang tua jika dibutuhkan
Ibu dapat berdiskusi lebih lanjut dengan pasangan dan menyepakati sejauh mana peran yang sebaiknya diambil dalam merawat orang tua pasangan jika dibutuhkan, termasuk jika harus tinggal bersama. Kondisi ini umum ketika mertua Ibu sudah berusia lanjut, sudah ditinggalkan pasangan, atau Ibu menjadi pasangan dari anak paling sulung.
Baca juga: 7 Dukungan Suami Ini Dapat Mengatasi Kecemasan dan Risiko Keguguran
Walau stres dan ketidaksepahaman adalah hal yang normal muncul di dalam hubungan menantu dan mertua, akan tetapi jika tidak ditangani dengan baik maka dapat mengganggu keberlangsungan hidup berkeluarga. Tetap semangat untuk para Ibu baru maupun Ibu lainnya yang masih berjibaku dengan permasalahan serupa. Mari kita sebarkan informasi bermanfaat ini ke sesama Ibu lainnya, untuk mencapai keluarga yang tentram dan bahagia. Temukan informasi bermanfaat lainnya pada website bukubumil.com ya, Bu!
Referensi:
- American Academy of Pediatricians. (2015, November 11). The “Perfect” Family. Is there such a thing as a “perfect” family? HealthyChildren.org. https://www.healthychildren.org/English/family-life/family-dynamics/pages/The-Perfect-Family.aspx
- Greif, G., PhD. (2020, January 3). Daughters-in-Law and Mothers-in-Law: Boundary Ambiguity. Psychology Today. https://www.psychologytoday.com/us/blog/buddy-system/202001/daughters-in-law-and-mothers-in-law-boundary-ambiguity
- Adcox, S. (2021, August 30). How to Be a Good Mother-in-Law and Grandmother. Verywell Family. https://www.verywellfamily.com/be-good-mother-in-law-grandmother-1695761
- Sosnoski, K., PhD. (2022, September 13). How Healthy Couples Deal with Their In-Laws. Psych Central. https://psychcentral.com/relationships/how-healthy-couples-deal-with-their-in-laws#cultivate-connection
- Fiori, K. L., Rauer, A., Birditt, K. S., Brown, E., & Orbuch, T. L. (2020). You Aren’t as Close to my Family as You Think: Discordant Perceptions about In-laws and Risk of Divorce. Research in Human Development. https://doi.org/10.1080/15427609.2021.1874792