Selama dan setelah kehamilan, Ibu mungkin akan mengalami perubahan secara fisik dan emosi. Bahkan, melahirkan juga dapat memicu perasaan yang campur aduk, seperti gembira, takut, cemas hingga rasa depresi. Depresi pasca persalinan atau postpartum depression (PPD) adalah kondisi medis yang umum terjadi pada wanita setelah melahirkan. Ditandai dengan perasaan sedih, gelisah, khawatir, ataupun kelelahan dalam jangka waktu yang cukup lama setelah melahirkan. Perasaan tersebut membuat Ibu kesulitan untuk merawat diri sendiri maupun bayi Ibu. PPD dapat muncul kapan pun setelah melahirkan, tetapi biasanya terjadi pada minggu 1-3 setelah melahirkan.
PPD adalah hal yang sering terjadi setelah kehamilan, penelitian menyebutkan bahwa 1 dari 9 wanita yang baru melahirkan mengalami PPD. Kondisi ini bukanlah kesalahan yang Ibu lakukan. Hal itu tidak menyebabkan Ibu menjadi orang tua yang buruk. Oleh karena itu, jika merasa kosong, tanpa emosi, atau sedih dalam waktu lebih dari 2 minggu setelah kehamilan, segera hubungi penyedia layanan kesehatan untuk mendapat pengobatan yang tepat. Ibu juga perlu memahami lebih lanjut terkait tanda dan gejalanya.
Apakah PPD sama dengan baby blues?
PPD dan baby blues memiliki gejala yang hampir sama. Namun, baby blues terjadi 2 hingga 3 hari setelah melahirkan dan gejalanya berlangsung paling lama 2 minggu sedangkan PPD memiliki gejala yang berlangsung selama beberapa minggu atau bulan dan gejalanya lebih parah. Oleh karena itu, jika Ibu terus mengalami perasaan sedih dalam waktu lebih dari 2 minggu, segera konsultasikan kepada dokter.
Baca juga: Stres Saat Kehamilan: Ini 10 Cara Mengatasinya
Apa saja tanda dan gejala PPD?
Jika mengalami setidaknya 5 tanda dan gejala di bawah ini dalam waktu lebih dari 2 minggu, bisa jadi Ibu menderita PPD. Tanda adalah hal yang dapat dilihat oleh orang lain, seperti kulit ruam atau batuk sedangkan gejala adalah hal yang hanya dapat dirasakan oleh diri sendiri, seperti merasa pusing atau sakit tenggorokan. Berikut gejala dari depresi pasca persalinan:
Perubahan pada perasaan:
- Merasa sedih atau sering menangis
- Merasa tertekan hampir setiap hari
- Merasa bersalah, putus asa, dan menyalahkan diri sendiri
- Merasa panik atau takut
- Merasa gelisah atau mudah tersinggung
Perubahan pada keseharian:
- Kehilangan minat pada suatu hal yang biasanya memberi Ibu kesenangan
- Kurang energi dan merasa lelah sepanjang waktu
- Kesulitan tidur di malam hari, Ibu mungkin terjaga bahkan saat bayi sudah tidur
- Mengantuk di siang hari, kesulitan berkonsentrasi dan membuat keputusan
- Kehilangan nafsu makan atau makan yang berlebihan
Perubahan dalam cara Ibu berpikir tentang diri sendiri atau bayi:
- Kesal terhadap pasangan, bayi, atau anak yang lain
- Pikiran negatif seperti “saya bukan Ibu yang baik, saya tidak dapat merawat bayi saya dan dia tidak mencintai saya”
- Merasa cemas akan terjadi hal buruk pada bayi Ibu
- Berpikir untuk menyakiti diri sendiri atau bayi Ibu
- Berpikir untuk bunuh diri
Perlu Ibu ingat, menceritakan gejala yang dialami kepada pelayanan kesehatan bukanlah hal yang memalukan. Oleh karena itu, segera konsultasikan kepada pelayanan kesehatan terdekat terkait hal tersebut untuk mendapatkan pengobatan yang tepat.
Baca juga: Naik Motor Saat Hamil Berbahaya? Ini 11 Tips Melakukannya!
Apa yang menyebabkan PPD?
Penyebab pasti dari PPD belum diketahui, tetapi gen, perubahan hormon, dan masalah emosional mungkin berkontribusi pada PPD.
- Gen
Gen adalah bagian dari sel tubuh yang diturunkan ke anak. Depresi akan lebih sering terjadi pada orang yang anggota keluarganya memiliki riwayat depresi.
- Perubahan Hormon
Saat hamil, hormon estrogen dan progesteron meningkat sepuluh kali lipat dibandingkan sebelum hamil, tetapi dalam waktu 24 jam, hormon tersebut turun secara drastis setelah melahirkan. Penelitian menunjukkan bahwa perubahan kadar hormon yang tiba-tiba dapat menyebabkan emosi yang tidak stabil. Selain itu, hormon yang diproduksi oleh kelenjar tiroid juga akan turun setelah melahirkan. Hormon tersebut berguna untuk mengatur tubuh menggunakan dan menyimpan energi dari makanan. Kadar hormon tiroid yang rendah dapat menyebabkan Ibu merasa lelah, lesu, tertekan hingga mengalami gejala depresi.
- Masalah Emosional
Saat kurang tidur dan kewalahan, Ibu mungkin akan merasa cemas terkait pola pengasuhan yang Ibu lakukan, kemampuan untuk merawat bayi yang baru lahir, hingga merasa kurang menarik dengan perubahan fisik yang terjadi. Salah satu dari masalah tersebut dapat meningkatkan potensi depresi pasca melahirkan.
Baca juga: 7 Kebiasaan yang Efektif Mencegah Melasma Saat Hamil
Siapa saja yang berisiko mengalami PPD?
Faktor risiko adalah hal yang membuat Ibu lebih mungkin memiliki PPD daripada yang lain. Jika memiliki faktor risiko tersebut bukan berarti Ibu pasti mengalami depresi, melainkan hal tersebut meningkatkan potensi mengalami PPD. Faktor risiko untuk PPD meliputi:
- Mengalami depresi selama kehamilan atau pernah mengalami depresi berat di masa lalu. Selain itu, riwayat keluarga yang mengalami depresi atau kondisi kesehatan mental juga dapat menyebabkan Ibu mengalami PPD.
- Pernah dilecehkan secara fisik atau seksual, seperti perselisihan dengan pasangan, termasuk kekerasan dalam rumah tangga.
- Mengalami stres karena peristiwa yang sulit, seperti berpisah dari pasangan, kematian orang yang disayangi, atau penghasilan yang tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari, tidak mendapat dukungan dari keluarga atau teman, atau kehamilan Ibu tidak direncanakan atau tidak diinginkan.
- Pengalaman yang penuh tekanan selama kehamilan atau setelah melahirkan, seperti penyakit parah selama kehamilan, kelahiran prematur, persalinan yang sulit, cacat lahir, dan keguguran.
- Mengalami kesulitan menyusui atau merawat bayi atau memiliki pikiran negatif tentang menjadi seorang ibu dan kesulitan menyesuaikan diri menjalankan peran baru sebagai orang tua. Pikiran dan perasaan negatif tentang menjadi seorang ibu, meliputi:
- Memiliki keraguan bahwa Ibu bisa menjadi orang tua yang baik
- Memberi tekanan pada diri sendiri untuk menjadi Ibu yang sempurna
- Merasa bahwa Ibu bukan lagi diri Ibu sebelum memiliki bayi
- Merasa kurang menarik setelah melahirkan
- Tidak memiliki waktu luang untuk diri sendiri
- Lelah dan murung karena kurang tidur
Jika mengalami faktor risiko di atas, jangan takut untuk ceritakan kepada orang sekitar, seperti pasangan, sahabat, hingga penyedia layanan kesehatan untuk membantu Ibu dan bayi Ibu sehat.
Baca juga: 7 Cara Komunikasi Untuk Menjaga Hubungan Dengan Mertua
Bagaimana PPD didiagnosis?
Tidak ada tes khusus untuk mendiagnosis depresi pasca persalinan. Penyedia layanan kesehatan akan menilai Ibu pada kunjungan pasca persalinan. Kunjungan tersebut bertujuan untuk mendiskusikan riwayat kesehatan Ibu, bagaimana perasaan sejak melahirkan, pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium. Penyedia layanan kesehatan mungkin juga melakukan skrining depresi atau menanyakan beberapa pertanyaan untuk menilai apakah Ibu mengalami PPD. Oleh karena itu, Ibu harus terbuka dan jujur dengan penyedia layanan kesehatan untuk memastikan mereka mendapatkan gambaran yang akurat terkait gejala yang dialami.
Apakah PPD bisa berdampak pada bayi?
Ya, PPD dapat mempersulit Ibu merawat diri sendiri dan juga bayi Ibu. Oleh karena itu, penting untuk segera mendapat pengobatan. Berikut beberapa akibat jika PPD tidak diobati:
- Kesulitan menjalankan pemeriksaan pasca persalinan
- Kesulitan menjalin ikatan dengan bayi Ibu
- Menyebabkan bayi Ibu tidak mendapatkan ASI eksklusif
- Bayi Ibu tidak mendapatkan perawatan medis yang dibutuhkan jika mengalami sakit.
- Bayi Ibu tidak mendapat perhatian lebih, seperti Ibu terlewat mengantarkannya untuk mendapatkan vaksinasi
- Bayi Ibu mengalami masalah mental di kemudian hari.
Bagaimana PPD diobati?
Jika Ibu merasa menderita PPD, segera temui penyedia layanan kesehatan, seperti:
- Penyedia perawatan prenatal, yaitu dokter yang memberikan perawatan medis selama kehamilan.
- Penyedia layanan kesehatan mental, seperti psikiater, psikolog, konselor, atau terapis.
- Penyedia perawatan kesehatan bayi
Di Indonesia, pelayanan di atas ditanggung oleh BPJS. Selain itu, Ibu dapat dengan mudah menghubungi layanan SEJIWA yang disediakan HIMPSI (Himpunan Psikologi Indonesia) dengan menelpon 119 dengan ekstensi 8 jika Ibu membutuhkan layanan konseling darurat. Layanan konseling daring gratis juga dapat ibu temukan di instagram @_berbagicerita.id dan website yayasan pulih
Semakin cepat Ibu berkonsultasi dengan penyedia layanan kesehatan tentang gejala PPD yang dialami tentunya semakin baik. Pengobatan yang akan Ibu peroleh bergantung pada tingkat keparahan dari gejala yang dialami, seperti:
- Konseling, seperti terapi kognitif perilaku (cognitive behavioral therapy) yang bertujuan untuk melatih cara berpikir dan bertindak.
- Support group, sekelompok orang yang bertemu untuk berbagi perasaan dan pengalaman mereka tentang topik tertentu.
- Obat-obatan, meliputi:
- Antidepresan, obat-obatan yang digunakan untuk mengobati berbagai jenis depresi, termasuk PPD. Obat ini memiliki efek samping, seperti mulut kering, berat badan bertambah, dan beberapa tidak aman dikonsumsi jika Ibu sedang menyusui. Oleh karena itu, konsultasikan kepada penyedia layanan kesehatan terlebih dahulu sebelum mengonsumsi obat tersebut.
- Estrogen, hormon ini berperan pada siklus menstruasi dan kehamilan Ibu. Penyedia layanan kesehatan mungkin menyarakan Ibu memakai obat ini untuk menggantikan estrogen yang hilang pada tubuh. Jika Ibu menyusui, konsultasikan kepada penyedia layanan kesehatan sebelum menggunakan obat tersebut.
Apakah PPD dapat dicegah?
PPD tidak dapat dihindari. Namun, jika memiliki riwayat depresi atau PPD sebelumnya, Ibu perlu mempersiapkan beberapa hal untuk terhindar dari PPD. Hal yang dapat dipersiapkan adalah menjaga pikiran dan tubuh tetap sehat dengan makan sehat selama kehamilan, olahraga, menjauhi konsumsi alkohol dan kafein, terus menerapkan gaya hidup sehat, dan pelajari cara coping stress atau strategi untuk mengurangi stress, yaitu:
- Perhatikan penyebab dan akibat saat Ibu mengalami stress
- Coba untuk istirahat dan jangan terlalu memaksakan diri
- Makan makanan yang sehat dan gizi seimbang
- Cerita dengan orang terdekat tentang kekhawatiran dan perasaan Ibu
- Melakukan yoga, meditasi, atau relaksasi
- Melakukan hobi yang dapat mengalihkan stress, seperti membaca atau menonton TV
Ingat, Ibu juga bisa meminta bantuan orang lain saat melakukan coping stress. Selain itu, konsultasi dengan dokter pada awal kehamilan atau setelah melahirkan agar mendapatkan penangananan yang tepat.
Dapat disimpulkan bahwa PPD adalah hal yang umum terjadi pada Ibu hamil. Oleh karena itu, Ibu tidak perlu takut untuk konsultasi permasalahan ini dengan penyedia layanan kesehatan. Selain itu, Ibu juga perlu memahami penyebab, tanda, dan gejala dari kondisi medis ini agar menjaga Ibu dan bayi tetap sehat. Yuk, bagikan artikel di atas kepada ibu hamil lainnya!
Baca Juga: 3 Informasi Penting Kesehatan Ibu Hamil
Referensi:
- Postpartum Depression. Cleveland Clinic. 2022. https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/9312-postpartum-depression
- Postpartum Depression. FamilyDoctor. 2020. https://familydoctor.org/condition/postpartum-depression/
- Postpartum Depression. Mayo Clinic. 2022. https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/postpartum-depression/symptoms-causes/syc-20376617
- Postpartum Depression. March of Dimes. 2019. https://www.marchofdimes.org/pregnancy/postpartum-depression.aspx
- Postpartum Depression. Womens Health. 2021. https://www.womenshealth.gov/mental-health/mental-health-conditions/postpartum-depression